Cari Blog Ini

Jumat, 22 April 2011

LUPA DALAM BELAJAR

BAB I
PENDAHULUAN
1.      LatarBelakang
Hakikat proses belajar bertitik tolak dari suatu konsep bahwa belajar merupakan perubahan perbuatan melalaui aktivitas, praktik, dan pengalaman. Dua faktor utama yang menentukan proses belajar adalah hereditas dan lingkungan. Hereditas adalah bawaan sejak lahir seperti bakat, abilitas, dan intelegensi, sedangkan aspek lingkungan yang paling berpengaruh adalah orang dewasa sebagai unsur manusia yang menciptakan lingkungan, yakni guru dan orangtua.Faktor lainya ialah aspek jasmaniah seperti penglihatan, pendengaran, biokimia, susunan saraf, dan respons individu terhadap perangsang dengan berbagai kekuatan dan tujuannya.
Kategori belajar terdiri atas ketrampilan sensorimotor, yakni tindakan yang bersifat otomatis, belajar asosiasi, yakni hubungan antara urutan kata dan objek, ketrampilan pengamatan motoris, yakni gabungan antara belajar sensiomotor dengan belajar asosiasi, belajar konseptual, yakni gambaran mental secara umum dan abstrak tentang situasi atau kondisi, belajar cita-cita dan sikap, dan belajar memecahkan masalah yang menuntut kemampuan memanipulasikan ide-ide yang abstrak.
Dari pengalaman sehari-hari, kita memiliki kesan seakan-akan apa-apa yang kita alami dan kita pelajari tidak seluruhnya tersimpandalam akal kita. Padahal, menurut teori kognitif apapun yang kita alami dan kita pelajari, kalau memang system akal kita mengolahnya dengan cara yang memadai, semuanya akan tersimpan dalam subsistem akal permanen kita.
Akan tetapi, kenyataan yang kita alami terasa bertolak belakang dengan teori itu. Acapkali terjadi, apa yang telah kita pelajari dengan tekun justru sukar untuk diingat kembali bahkan mudah terlupakan. Sebaliknya, tidak sedikit pengalaman dan pelajaran yang kita tekuni sepintas lalu mudah melekat dalam ingatan.
Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari.Secara sederhana, Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami.Dengan demikian, lupa bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.

2.      RumusanMasalah
Ø  Definisi belajar, lupa, dan  ingatan

3.      Tujuan
Pembahasan makalah ini bertujuan sebagai pemberi gambaran, pengetahuan, serta pemecahan masalah tentang hambatan dalam pendidikan pada umumnya serta pendidikan psikologi belajar pada khususnya. Dewasa ini banyak terjadi kendala-kendala dalam kegiatan belajar, salah satunya yaitu faktor  “LUPA DALAM BELAJAR”.Dalam makalah ini akan dipaparkan sedikit tentang pengertian belajar, ingatan, lupa, dan faktor-faktor penyebab lupa dan bagaimana kiat-kiat untuk mengatasinya.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian  Belajar
Seorang anak mendapat sepeda dari ayahnya. Anak tersebut akan mencoba sepeda tersebut dan mengadakan reaksi-reaksi atas rangsang-rangsang yang ditimbulkan oleh sepeda itu. Lama kelamaan reaksi-reaksinya makin teratur dan pada suatu saat ini dapat menguasai sepeda itu, dan anak itu yang tadinya belum dapat naik sepeda, sekarang dapat naik sepeda. Ini adalah salah satu contoh proses belajar. Jadi belajar adalah suatu proses dimana suatu tingkahlaku ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atas situasi (rangsang) yang terjadi.
Pada manusia proses belajar tidak hanya menyangkut aktivitas fisik saja, tetapi terutama sekali menyangkut kegiatan otak, yaitu berpkir. Dalam hubungan ini, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar :
1.      Waktu istirahat: Khususnya kalau mempelajari sesuatu yang meliputi bahan yang banyak, perlu disediakan waktu-waktu tertentu untuk beristirahat. Dalam waktu istirahat sebaiknya tidak banyak kegiatan yang mengganggu pikiran sehingga bahan yang sudah dipelajari punya cukup kesempatan untuk mengedap dalam ingatan.
2.      Pengetahuan tentang materi yang dipelajari secara menyeluruh : Dalam mempelajari sesuatu, adalah lebih baik kalau pertama-tama kita pelajari dulu materi atau bahan yang ada secara keseluruan, dan baru setelah itu dipelajari dengan lebih seksama bagian-bagianya. Tetapi untuk dapat melakukan hal ini, diperlukan taraf  kecerdasan yang relatif tinggi. Makin rumit persoalanya, makin sukarlah ditangkap materinya sebagai keseluruan. Karena itu kalau memang seseorang kurang mampu, lebih baik ia mempelajari terlebih dahulu detail-detailnya, dan baru kemudian menyatukannya kedalam suatu keseluruhan.
3.      Pengertian terhadap materi yang dipelajari : Kalau kita mempelajri sesuatu, maka kita harus mengerti apa yang kita pelajari itu. Tanpa pengertian, maka usaha belajar kita akan menemui banyak kesulitan. Misalnya, dua orang disuruh menghafalkan sajak bahasa inggris. Orang yang pertama mengerti bahasa inggris, sedangkan orang yang kedua tidak dapat berbahasa inggris, maka bahan yang sama akan dihafal jauh lebih cepat oleh orang yang pertama.
4.      Pengetahuan akan prestasi sendiri :Kalau tiap kali kita dapat mengetahui hasil prestasi kita sendiri, yaitu mengetahui mana perbuatan-perbuatan kita yang masih salah, maka akan lebih mudah kita memperbaiki kesalahan-kesalahan itu daripada kalau kita harus meraba-raba terus. Dengan demikian pengetahuan akan prestasi sendiri akan mempercepat kita dalam mempelajari sesuatu.
5.      Transfer :Pengetahuan kita mengenai hal-hal yang pernah kita pelajari sebelumnya, kadang-kadang mempengaruhi juga proses belajar yang sedang kita lakukan sekarang. Pengaruh ini disebut transfer. Transfer dapat bersifat positif, yaitu kalau hal yang lalu mempermudah proses belajar yang sekarang, atau dapat juga bersifat negatife, yaitu kalau hal yang lalu justru mempersukar proses belajar yang sekarang. Transfer positif misalnya : kemampuan mengendarai sepeda motor. Transfer yang negatif misalnya : kemempuan kita dalam berbicara bahasa indonesia akan mempersukar kita mempelajri bahasa inggris.
B.     ingatan
Dalam setiap proses belajar, penting sekali fungsi ingatan. Mengingat adalah perbuatan menyimpan hal-hal yang sudah pernah diketahui untukpada suatu saat lain dikeluarkan dan digunakan kembali. Tanpa ingatan maka hampir tidak mungkin seseorang mempelajari sesuatu.
Ada beberapa cara untuk mengingat kembali hal-hal yang sudah pernah diketahui sebelumnya :
1.      Rekoleksi, yaitu menimbulkan kembali dalam ingatan suatu peristiwa, lengkap dengan segala detail dan hal-hal yang terjadi disekitar tempat peristiwa itu dahulu terjadi.Misalnya, seorang pria mengingat peristiwa dimana untuk pertama kali ia pergi dengan seorang gadis.
2.      Pembaruan ingatan, hampir sama dengan rekoleksi, tetapi ingatan hanya timbul kalau ada hal yang merangsang ingatan itu. Misalnya dalam contoh diatas ingatan timbul setelah pria tersebut secara kebetulan berjumpa kembali dengan gadis yang bersangkutan.
3.      Memanggil kembali ingatan, yaitu mengingat kembali suatu hal, sama sekali terlepas dari hal-hal lain dimasa lalu, misalnya, mengingat sajak. Yang diingat disini hanya sajaknya saja. Tetapi pada suatu saat apa sajak itu dipelajari untuk pertama kalinya, tidak diperhatikan lagi.
4.      Rekognisi, yaitu mengingat kembali sesuatu hal setelah menjumpai sebagian dari hal tersebut. Misalnya, ingat suatu lagu, setelah mendengar sebagian dari nada lagu-lagu tersebut.
5.      Mempelajari kembali, terjadi kalau kita mempelajari sesuatu yang dulu pernah kita pelajari. Maka untuk mempelajari hal yang sama kedua kalinya ini, banyak hal-hal yang akan diingat kembali, sehingga tempo belajar dapat menjadi jauh lebih singkat.

C.    Lupa
            Daya ingatan kita tidaklah sempurna.Banyak hal-hal yang pernah diketahui, tidak dapat diingat kembali, atau dilupakan.
Dewasa ini ada empat cara untuk menerangkan proses lupa. Keempatnya tidak saling bertentangan, melainkan saling mengisi :
1.      Apa yang telah kita ingat, disimpan dalam bagian tertentu diotak. Kalau materi yang harus diingat itu tidak pernah digunakan, maka karena proses metabolisme otak, lambat laun jejak materi itu akan terhapus dari otak dan kita tak dapat mengingatnya kembali. Jadi, karena tidak digunakan, materi itu lenyap sendiri.
2.      Mungkin pula materi itu tidak lenyap begitu saja, melainkan mengalami perubahan-perubahan secara sistematis, mengikuti prinsi-prisip sebagai berikut :
a.       Penghalusan : Materi berubah bentunya kearah bentuk yang lebih simetris, lebih halus dan kurang tajam, sehingga bentuknya asli tidak diingat lagi.
b.      Penegasan : Bagian-bagian yang paling menyolok dari suatu hal adalah yang paling mengesankan, dan  karena itu dalam ingatan bagian-bagian ini dipertegas, sehingga yang diingat hanya bagian-bagian yang menyolok ini dan bentuk keseluruan tidak begitu diingat. Misalnya, kita melihat seseorang dengan hidung mancung. Karena terkesan oleh hidungnya, maka dalam mengingat orabg itu kita hanya ingat akan hidungnya, sedangkan bagaimana wajah orang itu sebenarnya tidak kita ingat lagi.
c.       Asimilasi : Bentuk yang mirip botol, misalnya, akan kiata ingat sebagai botol, sekalipun bentuk itu bukan botol sama sekali. Dengan demikian kita hanya ingat akansebuah botol, tetapi tidak ingat bentuk yang asli. Perubahan materi disini disebabkan karena kita cenderunguntuk mencari bentuk yang ideal dan lebih sempurna.
3.      Kalau kita mempelajari hal yang baru, mungkin hal-hal yang sudah kita ingat, tidak dapat kita ingat lagi. Misalnya, seorang anak menghafal nama kota-kota dijawa barat. Setelah itu ia mengahafal nama kota-kota dijawa tengah. Pada waktu ia sudah menghafal materi kedua, materi pertama sudah lupa lagi. Dengan perkataan lain, materi kedua menghambat dapat diingatnya materi pertama. Hambatan seperti ini disebut hambatan retroaktif. Sebaliknya, mungkin pula materi yang baru kita pelajari tidak dapat masuk dalam ingatan, karena terhambat oleh adanya materi lain yang sudah terlebih dahulu dipelajari. Hambatan seperti ini disebut hambatan proaktif.
4.      Ada kalanya kita melupakan sesuatu. Hal ini disebut represi. Peristiwa-peristiwa yang mengerikan, menakutkan, penuh dosa, menjijikan dan sebagainya, pendek kata semua hal yang tidak dapat diterima oleh hati nurani akan kita lupakan dengan sengaja (sekalipun proses lupa yang sengaja ini kadang-kadang tidak kita sadari, terjadi diluar alam kesadaran kita). Pada bentuknya yang ekstrim represi dapat menyebabkan amnesia, yaitu lupa akan namanya sendiri, akan alamatnya sendiri, akan orang tua, akan anak-istri dan akan semua hal yang bersangkutpaut dengan dirinya sendiri. Amnesia ini dapat ditolong atau disembuhkan melalui suatu peristiwa yang begitu dramatisnya sehingga menimbulkan kejutan kejiwaan pada penderita.
a. Faktor-faktor penyebab lupa
Pertama, lupa dapat terjadi karena sebab gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam system memori siswa. Dalam interference theory (teori mengenai gangguan), gangguan konflik ini terbagi menjadi dua, yaitu: 1) practice interference; 2) retroactive interference (Reber 1988; Best 1989; Anderson 1990)
Seorang siswa akan mengalami gangguan proactive apabila materi pelajaran lama yang sudah tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa ini bisa terjadi apabila siswa tersebut mempelajari sebuah materi pelajaran yang sangat mirip dengan materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam tenggang waktu yang pendek. Dalam hal ini materi yang baru saja dipelajari akan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali.
Sebaliknya, seorang siswa akan mengalami ganguan retroactive apabila materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap pemanggilan kembali materi pelajaran lama yang telah lebih dahulu tersimpan dalam subsistem akal permanen siswa tersebut. Dalam hal ini, materi pelajarn lama akan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali. Dengan kata lain siswa tersebut lupa akan materi peajaran lama itu.
Kedua, lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena sebab adanya tekanan terhadap item yang telah ada baik sengaja maupun tidak. Penekanan ini terjadi karena beberapa sebab, yaitu:
  1. Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan, dan sebagainya) yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga ke alam ketidaksadaran
  2. Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telah ada, jadi sama dengan fenomena retroactive
  3. Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu tertekan ke alam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah dipergunakan
      Ketiga, lupa dapat terjadi karena sebab perubahan sikapdan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar tertentu. Jadi, meskipun seorang siswa telah mengikuti proses belajar-mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karena sesuatu hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena ketidaksenangan terhadp guru) maka materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.
Keempat, menurut law of disuse (Hilgard & Bower 1975), lupa dapat terjadi karena sebab materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunaakan atau dihafalkan siswa. Menurut asumsi sebagian ahli, materi yang diperlakukan demikian akan masuk ke alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi pelajaran baru.
Kelima, lupa tentu saja dapat terjadi karena sebab perubahan urat syaraf otak. Seorang siswa yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alcohol, dan geger otak akan kehilangan ingatan ata item-item informasi yang ada dalam memori permanennya.
b. Kiat mengurangi lupa dalam belajar
Kiat terbaik untuk mengurangi lupa adalah dengan cara meningkatkan daya ingat akal siswa. Banyak ragam kiat yang dapat dicoba siswa dalam meningkatkan daya ingatannya, antara lain menurut Barlow (1985), Reber (1988), dan Anderson (1990), adalah sebagai berikut:
Ø  Over learning
Over learning (belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu.Over learning terjadi apabila respons atau reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan pembelajaran atas respon tersebut dengan cara di luar kebiasaan. Banyak contoh yang dapat dipakai untuk over learning, antara lain pembacaan teks Pancasila pada setiap hari Senin memungkinkan ingatan siswa terhadap teks Pancasila lebih kuat.
Ø  Extra study time
Extra study time (tambahan waktu belajar) ialah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi aktivitas belajar. Penambahan alokasi waktu belajar materi tertentu berarti siswa menambah jam belajar, misalnya dari satu jam menjadi dua jam waktu belajar. Penambahan frekuensi belajar berarti siswa meningkatkan kekerapan belajar materi tertentu, misalnya dari sekali sehari menjadi dua kali sehari.Kiat ini dipandang cukup strategis karena dapat melindungi memori dari kelupaan.
Ø  Mnemonic device
Mnemonic device (muslihat memori) yang sering juga hanya disebut mnemonic itu berarti kiat khusus yang dijadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan item-item informasi ke dalam system akal siswa. Muslihat mnemonic ini banyak ragamnya, yang paling menonjol adalah sebagaimana terurai di bawah ini:
Singkatan, yakni terdiri atas huruf-huruf awal nama atau istilah yang harus diingat siswa. Pembuatan singkatan-singkatan ini seyogianya dilakukan sedemikian rupa sehingga menarik dan memiliki kesan tersendiri.
System kata pasak (peg word system), yakni sejenis teknik mnemonic yang menggunakan komponen-komponen yang sebelumnya telah dikuasai sebagai pasak (paku) pengait memori baru.Kata komponen pasak ini dibentuk berpasangan yang memiliki kesamaan watak (baik itu warna, rasa, dan seterusnya).Misalnya langit-bumi; panas-api; merah-darah; dan seterusnya.
Ø  Clustering
Clustering (pengelompokkan) ialah menata ulang item-item materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item tersebut memiliki signifikansi dan lafal yang sama atau sangat mirip. Penataan ini direkayasa sedimikian rupa dalam bentuk daftar-daftar item materi sehingga mudah untuk dihafalkan.


BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Sudah dikatakan diatas, bahwa belajar pada manusia erat sekali hubunganya dengan proses berpikir. Berpikir adalah tingkahlaku yang menggunakan ide, yaitu suatu proses simbolis. Kalau kita makan, maka kita bukan berpikir.Tetapi kalau kita membayangkan mengenai sesuatu makanan yang tidak ada, maka kita menggunakan ide atau simbol-simbol tertentu dan tingkahlaku ini disebut berpikir.
Apa yang telah kita ingat, disimpan dalam bagian tertentu diotak. Kalau materi yang harus diingat itu tidak pernah digunakan, maka karena proses metabolisme otak, lambat laun jejak materi itu akan terhapus dari otak dan kita tak dapat mengingatnya kembali. Jadi, karena tidak digunakan, materi itu lenyap sendiri.
Beberapa cara untuk mengingat kembali hal-hal yang sudah pernah diketahui sebelumnya :
Ø  Rekoleksi, yaitu menimbulkan kembali dalam ingatan suatu peristiwa, lengkap dengan segala detail dan hal-hal yang terjadi disekitar tempat peristiwa itu dahulu terjadi. Misalnya, seorang pria mengingat peristiwa dimana untuk pertama kali ia pergi dengan seorang gadis.
Ø  Pembaruan ingatan, hampir sama dengan rekoleksi, tetapi ingatan hanya timbul kalau ada hal yang merangsang ingatan itu. Misalnya dalam contoh diatas ingatan timbul setelah pria tersebut secara kebetulan berjumpa kembali dengan gadis yang bersangkutan.
Ø  Memanggil kembali ingatan, yaitu mengingat kembali suatu hal, sama sekali terlepas dari hal-hal lain dimasa lalu, misalnya, mengingat sajak. Yang diingat disini hanya sajaknya saja. Tetapi pada suatu saat apa sajak itu dipelajari untuk pertama kalinya, tidak diperhatikan lagi.
Ø  Rekognisi, yaitu mengingat kembali sesuatu hal setelah menjumpai sebagian dari hal tersebut. Misalnya, ingat suatu lagu, setelah mendengar sebagian dari nada lagu-lagu tersebut.
Ø  Mempelajari kembali, terjadi kalau kita mempelajari sesuatu yang dulu pernah kita pelajari. Maka untuk mempelajari hal yang sama kedua kalinya ini, banyak hal-hal yang akan diingat kembali, sehingga tempo belajar dapat menjadi jauh lebih singkat.
2.      Saran
Bagi para guru / pendidik sebaiknya menerapkan feed back atau pengulangan materi, supaya siswa tidak mudah lupa dalam pembelajaran. Seperti menurut Barlow (1985), Reber (1988), dan Anderson (1990) yang telah dikemukakan diatas, salah satunya yaitu Mnemonic device (muslihat memori) yang sering juga hanya disebut mnemonic itu berarti kiat khusus yang dijadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan item-item informasi ke dalam system akal siswa. Cara seperti ini sangat baik untuk diterapkan, karena siswa akan lebih terangsang sehingga daya ingatnya akan lebih baik.
Demikianlah penjelasan makalah ini, tentunya masih banyak terdapat kekurangan serta kesalahan dalam penyusunanya.Saran serta kritik dari pembaca sangat saya perlukan guna penyempurnaan dalam tugas berikutnya.

















DAFTAR PUSTAKA
Sarlito Wirawan Sarwono, Dr. :Pengantar umum psikologi, Bulan bintang, Jakarta, 1976
Syah, Muhibbin :Psikologi Belajar. PT Logos Wacana Ilmu: Jakarta, 2001
http://creative04.wordpress.com/ Faktor-Faktor Penyebab Lupa dalam Belajar dan Kiat Mengatasinya, January 30, 2010














Tidak ada komentar:

Posting Komentar